Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kesederhanaan Cinta Ayah


Ayah selalu memiliki cara sederhana dalam mengungkapkan cinta. Tapi justru dari situ kita bisa memaknai arti kebahagiaan yang sesungguhnya.
Ini adalah ceritaku tentang Ayahku. Kini usiaku sudah beranjak 25 tahun yang berarti kini aku bukanlah anak kecil lagi, aku sudah cukup dewasa. Aku menyadari semua perjuangan Ayahku untuk menghidupi keluarganya. Kami bukan berasal dari keluarga yang berada, tapi Ayah selalu memberikan yang terbaik untuk istri dan anak-anaknya. Dia tidak bekerja di kantor, bukan seorang pegawai negeri ataupun swasta. Dia hanyalah seorang petani yang bekerja serabutan setiap harinya. Tapi dia berhasil menyekolahkan anak-anaknya sampai tamat.

Ayah adalah seorang kepala rumah tangga yang hebat menurutku dan seorang suami yang sangat baik dan setia. Aku benar-benar bangga memiliki Ayah sepertinya, yang selalu tahu bagaimana membuat hal tak pernah menjadi serumit yang aku bayangkan. Seorang Ayah yang selalu menciptakan tawa pada keluarganya. Seorang Ayah yang tak lelah berjuang bagi keluarganya.

Seorang Ayah yang menyayangi istri dan juga anak-anaknya. Seorang Ayah yang bersedia meluangkan waktunya untuk mendengarkan banyak cerita dari anak-anaknya. Seorang Ayah yang selalu siap meluangkan waktunya untuk menyelesaikan hal-hal yang tak mampu aku, adikku, kakakku, abangku dan Mak lakukan. Ia adalah seorang Ayah sekaligus Kakek yang luar biasa baik dan sangat hebat.

Kadang aku berpikir di usiaku yang sudah 25 tahun ini aku masih belum bisa memberikan sesuatu apapun yang bisa membuat dia bangga. Mungkin yang terlihat dia bangga denganku atas prestasi-prestasiku selama sekolah dulu, sampai sekarang aku sudah bekerja di sebuah perusahaan swasta di luar kota. Tapi menurutku itu tidak. Aku masih belum bisa membalas semua yang sudah orang tuaku berikan.

Aku selalu mengingat kata-katanya dalam bahasa Aceh, “Lage nyan ureueng syik keu aneuk golom teunte aneuk lage nyan keu ureung syik.”Artinya begitulah orang tua kepada anaknya, tapi belum tentu anak seperti itu kepada orang tuanya. Itulah kata-kata ayah yang sering diucapkan kepada anak-anaknya kalau sedang bercerita persoalan hidup.

Ayah hanya tinggal berdua dengan Mak di rumah. Sedangkan kakakku dan abangku sudah berkeluarga dan tinggal di rumah mereka masing-masing. Sementara Adikku mengaji di Dayah (mondok di pesantren) yang sangat jauh di kabupaten lain di daerah Aceh. Hanya kakakku yang dekat rumahnya yang selalu setiap hari berkunjung ke rumah dengan membawa cucu-cucu Ayah yang sangat disayanginya. Keponakanku itulah yang menjadi obat rindu ayah akan anak-anaknya yang tidak bisa lagi setiap hari berada di rumah seperti dulu waktu anak-anaknya masih kecil.

Aku bekerja di luar kota yang hanya bisa pulang ke rumah dua bulan sekali saat cuti, itu pun hanya dua hari. Aku pulang sampai ke rumah larut malam. Tapi Ayah dan Mak selalu menungguku. Mereka tidak tidur dulu sampai aku benar-benar sudah berada di dalam rumah. Biasanya kalau sudah sampai ke rumah, Ayah yang membukakan pintu dengan senyum khasnya sambil berkata, “Aneuk dara loen ka iwoe(anak gadisku sudah pulang).”

Dan dia sering kali mengatakan, “Kop pijuet ka aneuk dara loen, pue hana ipajoh bu hideh,” yang artinya kurus sekali anak gadis ayah sekarang, apa tidak pernah makan disana. Ayah seringkali berkata seperti itu biarpun aku sama sekali tidak terlihat kurus. Hehe. Baginya aku masih seperti anak kecil, padahal sudah bisa dinikahkan. Hehe. Aku sangat menyayangi dia, tapi mungkin rasa sayang Ayah kepadaku masih lebih besar dari rasa sayangku kepadanya.

Ayah adalah sosok lelaki penyayang walaupun dia keras dan sangat mudah marah. Tapi dia tidak pernah melampiaskan kemarahannya kepada kami. Bersyukurlah aku yang oleh Allah masih diberikan keberuntungan karena masih bisa bersama Ayahku, Ayah yang masih selalu ada di sampingku ketika aku membutuhkannya.

Sebenarnya semua hal tentang Ayahku masih belum cukup untuk aku tuliskan di sini. Dia Ayah terhebat, mungkin tulisan ini hanyalah sebagian kecil dari ungkapanku untuknya. Karena sebanyak apapun kata-kata yang ada, aku yakin itu semua masih belum cukup untuk menguraikan rasa sayangku kepada Ayah.

Terima kasih telah menjadi Ayah yang baik bagiku. Ayah yang membuatku percaya bahwa tak semua laki-laki itu menyebalkan dan tidak setia. Terima kasih Ayah, aku amat sangat menyayangi Ayah dan Mak. Hanya doa dan doa yang bisa anakmu ini panjatkan kepada Allah, “Allaahummaghfirlii waliwaalidayya war hamhumaa kama rabbayaanii shagiiraa.”Ya Allah, ampunilah aku dan Ibu Bapakku, sayangilah mereka seperti mereka menyayangiku di waktu kecil.

Semoga Ayah dan Mak senantiasa berada dalam lindungan-Nya.

Oh, betapa aku sangat merindukan Ayah dan Mak, rindu suasana rumah, rindu masakan Mak yang sangat enak yang mengalahkan restoran termahal sekalipun. Rasanya ingin segera pulang dan mencium tangan keduanya seraya berkata, “Aku mencintaimu, Ayah. Aku mencintaimu, Mak.”



Cerita ini di kutip dari vemale.com dengan pengubahan dari Editor ( Sw )

Posting Komentar untuk "Kesederhanaan Cinta Ayah"